Anda belum Log-in!
Silahkan Log in

Selamat Datang di Portal Digital Content Publisher
Rabu , 19 November 2025

Perpustakaan sebagai jantung pendidikan tinggi di Indonesia, harus mampu memberi kontribusi yang berarti bagi pelaksanaan proses belajar mengajar di perguruan tinggi.

TRUNOJOYO » KP&PKL » Manajemen Sumberdaya Perairan
di-posting oleh imam pada 2022-01-04 10:32:32  •  649 klik

ANALISIS KANDUNGAN FORMALIN PADA IKAN SEGAR DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI PASONGSONGAN KECAMATAN PASONGSONGAN SUMENEP
disusun oleh MIELDA JOESITA SYAFITRI

SubyekFORMALIN
IKAN SEGAR
PELABUHAN PERIKANAN
Kata KunciFORMALIN
IKAN SEGAR
PELABUHAN PERIKANAN

[ Anotasi Abstrak ]

Kesadaran masyarakat akan pentingnya mengonsumsi ikan untuk perbaikan gizi terus meningkat. Hal tersebut dibuktikan dengan peningkatan konsumsi ikan dari tahun ke tahun (Inara, 2020). Namun di sisi lain, ikan termasuk jenis bahan high perishable food (mudah rusak). Ikan mudah mengalami perubahan-perubahan biokimiawi, mikrobiologi, dan fisikawi karena kandungan air dan protein yang tinggi, asam amino esensial, dan asam lemak tak jenuh yang menyebabkan ikan cepat membusuk selama penyimpanan sehingga menurunkan mutu ikan. Selang beberapa jam setelah ikan ditangkap dan didaratkan, akan timbul proses perubahan yang mengarah pada kerusakan. Cara yang umum dilakukan oleh nelayan untuk mencegah kerusakan yaitu pengawetan dengan menggunakan es balok. Penggunaan es balok sebagai pengawetan cukup memiliki banyak kendala karena dibutuhkan dalam jumlah yang cukup banyak sehingga tidak praktis dan harganya relatif mahal. Hal tersebut menyebabkan nelayan maupun penjual berlaku curang untuk menerapkan praktik penggunaan zat kimia berbahaya seperti formalin sebagai pengganti es balok (Suryadi et al., 2010). Formalin atau formaldehida merupakan zat kimia pengawet yang bukan termasuk Bahan Tambahan Pangan (BTP) karena berbahaya bagi manusia sebagai zat beracun, karsinogen, korosif, dan iritatif. Peraturan Menteri Kesehatan tahun 2012 No. 033 menyatakan bahwa formalin dilarang sebagai bahan tambahan pangan. Namun, sampai saat ini masih banyak oknum yang menggunakan formalin sebagai bahan tambahan pengawet makanan karena murah, dan keberadaanya yang mudah didapatkan. Formalin mempunyai kemampuan untuk mengawetkan makanan karena gugus aldehida yang bersifat mudah bereaksi dengan protein membentuk senyawa methylene (-NCHOH). Ketika makanan berprotein disiram atau direndam larutan formalin, maka gugus aldehida dari formaldehida akan mengikat unsur protein. Protein yang terikat tersebut tidak dapat digunakan oleh bakteri pembusuk sehingga makanan berformalin menjadi awet (Dewi, 2018). Hasil uji laboratorium tentang penggunaan formalin pada ikan telah dilakukan oleh Mardiyah dan Siti (2020) yang menunjukkan tingginya penggunaan formalin pada berbagai jenis ikan segar terutama di pasar Mimbo. Hasil menunjukkan bahwa terdapat 8 dari 10 sampel diantaranya adalah ikan tongkol, ikan kembung, ikan makarel, ikan swanggi, ikan bawal, ikan teri, ikan kakap, dan udang positif mengandung formalin, yang ditandai dengan adanya perubahan warna dari putih keruh menjadi ungu atau ungu muda. Hal ini juga didukung oleh penelitian Lema dan Jacob (2020) ditemukan kadar formalin yang beragam pada sampelnya. Kadar tertinggi ditemukan pada sampel ikan tongkol dari pasar Oesapa sebesar 3,36 ppm dan pada ikan kembung sebesar 1,26 ppm. Sedangkan kadar formalin pada ikan belang kuning di pasar Naikoten sebesar 0,54 ppm dan sebesar 0,414 ppm di pasar Oeba. Namun, rentang kadar formalin tersebut masih diperbolehkan karena tidak melebihi ambang batas normal (1,5-14 ppm). Bahaya mengkonsumsi seafood yang berformalin dalam beberapa kali saja masih belum terasa atau terlihat akibatnya. Walaupun dalam dosis sedikit, kadar formalin pada seafood dapat menyebabkan keracunan pada tubuh manusia dengan gejala sakit perut akut disertai muntah-muntah dan mencret berdarah (Surahy et al., 2020). Efek jangka panjang yang dapat dirasakan setelah beberapa tahun kemudian yaitu dapat merusak hati, ginjal, limpa, pankreas, otak, depresi, susunan syaraf, dan gangguan peredaran darah, menimbulkan kanker, terutama kanker hidung dan tenggorokan hingga kematian (Budianto, 2011). Formalin berbahaya terhadap kesehatan, oleh karena itu penggunaan formalin sebagai bahan pengawet makanan dilarang oleh pemerintah. Faktanya banyaknya data yang menunjukkan penggunaan formalin pada ikan segar di beberapa pasar tradisional maupun modern di Indonesia masih disebabkan oleh beberapa faktor perilaku. Faktor tersebut meliputi pengetahuan, sikap, dan tindakan produsen maupun penjual mengenai keamanan pangan dalam proses pembuatannya (Surahy et al., 2020) Berdasarkan informasi tersebut, penelitian kandungan formalin pada ikan segar hasil tangkapan nelayan di Pelabuhan Perikanan Pantai Pasongsongan, Kabupaten Sumenep perlu dilakukan. Analisis keberadaan kandungan formalin pada ikan segar di Pelabuhan Perikanan Pantai Pasongsongan dapat dilaksanakan dalam kegiatan Praktik Kerja Lapang. Hal ini bertujuan untuk mempraktikkan teori dan pemahaman yang diperoleh di bangku perkuliahan untuk dapat dikonfirmasi melalui kegiatan Praktik Kerja Lapang

Kontributor: Prof. Dr. Ir. Muhammad Zainuri, M. Sc.
Tanggal tercipta: 2021-12-28
Jenis(Tipe): Text
Bahasa: Indonesia
Pengenal(Identifier): TRUNOJOYO-KP-180351100073
No Koleksi: 180351100073


 Download File Penyerta (khusus anggota terdaftar)

 File PDF  1. TRUNOJOYO-KP-22633-180351100073-LAPORAN KEGIATAN PKL_MIELDA JOESITA.pdf - 2196 KB


 Dokumen sejenis...

     Tidak ada !

 Dokumen yang bertautan...





 Kembali ke Daftar