Indonesia adalah negara dengan mayoritas penduduk Muslim, sehingga penting bagi produk makanan untuk memenuhi standar kehalalan sesuai syariat Islam. Penelitian ini dilakukan di Pujasera Stadion Gelora Bangkalan, yang memiliki berbagai makanan namun belum memiliki sertifikasi halal. Penelitian bertujuan mengidentifikasi titik kritis halal (Halal Critical Point atau HCP) pada proses produksi Nasi Goreng Gila 87 dan Sari Laut Lamongan milik Man Bondet. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Nasi Goreng Gila melibatkan 15 jenis bahan baku. Dari jumlah tersebut, hanya 4 bahan yang memiliki sertifikasi halal, yaitu Garam Cap Kapal, Micin Sasa, Kecap Bango, dan Sosis Ngetop. Sementara itu, bahan nabati seperti beras, sawi putih, sawi hijau, bawang merah, bawang putih, dan wortel sudah jelas halal karena berasal dari tumbuhan. Namun, ada beberapa bahan seperti ayam, jeroan, saus, pentol bakso, yang belum memiliki sertifikat halal. Bahan-bahan ini berpotensi menjadi titik kritis yang mempengaruhi kehalalan produk Nasi Goreng Gila. Metode penelitian dilakukan dengan observasi langsung, wawancara, dan analisis dokumen. Data yang terkumpul dianalisis menggunakan pohon keputusan untuk mengidentifikasi risiko kehalalan. Penelitian ini juga mengevaluasi bahan baku, alat, dan prosedur produksi yang berpotensi menyebabkan kontaminasi non-halal. Hasil analisis menunjukkan bahwa ayam dan bumbu yang digunakan di kedua pujasera memiliki resiko kehalalan yang signifikan karena diperoleh dari pemasok tanpa sertifikasi halal. Peralatan seperti wajan dan sutil yang digunakan untuk mengolah berbagai jenis bahan makanan juga memiliki resiko kontaminasi silang yang mempengaruhi kehalalan makanan yang disajikan. Di Sari Laut Lamongan, terdapat 27 bahan yang sudah memiliki sertifikat halal, yaitu garam merek Cap Kapal, micin merek Sasa, gula merk Rose Brand, dan minyak merk Fortune, kecap inggris dan raja rasa merk sinar mentari. Seafood seperti kepiting dan udang menggunakan bahan segar dan dianggap halal. Namun, ayam, bebek, dan burung dara yang digunakan belum memiliki sertifikasi halal, terutama karena proses penyembelihannya belum dilakukan di Rumah Potong Unggas (RPU) resmi. Tingkat pemenuhan kriteria Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH) terdapat dari 41 kriteria dari 5 kriteria SJPH, dari total 41 kriteria, Pujasera Nasi Goreng Gila 87 hanya memenuhi 9 kriteria (21,95%). Pada aspek proses produk halal, dari 10 kriteria yang ada, hanya 5 yang terpenuhi. Sedangkan pada aspek produk, dari 8 kriteria, hanya 4 yang terpenuhi. Sementara itu, Pujasera Sari Laut Lamongan Man Bondet memenuhi 10 kriteria (24,39%) yaitu pada aspek proses produk halal, dari 10 kriteria yang ada, hanya 5 yang terpenuhi, sedangkan pada aspek produk, dari 8 kriteria, hanya 5 yang terpenuhi.


Deskripsi Lain

Indonesia is a country with a majority Muslim population, so it is important for food products to meet halal standards according to Islamic law. This research was conducted at the Gelora Bangkalan Stadium Food Court, which has a variety of food but does not yet have halal certification. The research aims to identify halal critical points (HCP) in the production process of Nasi Goreng Gila 87 and Sari Laut Lamongan owned by Man Bondet. The results of the study show that Nasi Goreng Gila involves 15 types of raw materials. Of these, only 4 ingredients have halal certification, namely Garam Cap Kapal, Micin Sasa, Bango Soy Sauce, and Ngetop Sausage. Meanwhile, vegetable ingredients such rice, chicory, mustard greens, onions, garlic, and carrots are clearly halal because they come from plants. However, there are some ingredients such chicken, offal, sauce, meatballs, which do not yet have a halal certificate. These ingredients have the potential to be a critical point that affects the halalness of Nasi Goreng Gila's products. The research method was carried out by direct observation, interviews, and document analysis. The collected data is analyzed using a decision tree to identify halal risks. The study also evaluates raw materials, tools, and production procedures that have the potential to cause non-halal contamination. The results of the analysis show that the chicken and spices used in the two food courts have a significant halal risk because they are obtained from suppliers without halal certification. Equipment such pans and sutils used to process various types of foodstuffs also have a risk of cross-contamination that affects the halalness of the food served. In Sari Laut Lamongan, there are 27 ingredients that already have halal certificates, namely Cap Kapal brand salt, Sasa brand micin, Rose Brand sugar, and Fortune brand oil, English soy sauce and Sinar Mentari brand flavored king. Seafood such crabs and shrimp uses fresh ingredients and is considered halal. However, the chickens, ducks, and pigeons used do not have halal certification, especially because the slaughter process has not been carried out at the official Poultry Slaughterhouse (RPU). The level of fulfillment of the criteria of the Halal Product Assurance System (SJPH) is from 41 criteria out of 5 SJPH criteria, out of a total of 41 criteria, the 87 Crazy Fried Rice Food Court only meets 9 criteria (21.95%). . In the aspect of the halal product process, out of the 10 existing criteria, only 5 are met. Meanwhile, in the product aspect, out of 8 criteria, only 4 were met. Meanwhile, the Sari Laut Lamongan Man Bondet Food Court met 10 criteria (24.39%), namely in the aspect of the halal product process, out of the 10 existing criteria, only 5 were met, while in the product aspect, out of 8 criteria, only 5 were met.