Anda belum Log-in!
Silahkan Log in
Selamat Datang di Portal Digital Content Publisher
Senin , 19 May 2025
Perpustakaan sebagai jantung pendidikan tinggi di Indonesia, harus mampu memberi kontribusi yang berarti bagi pelaksanaan proses belajar mengajar di perguruan tinggi.
di-posting oleh imam pada 2021-06-24 11:44:26 • 1087 klik
METODE PENGUJIAN KLORAMFENIKOL PADA UDANG VANNAMEI (Litopeneus vannamei) DI LABORATORIUM BALAI KARANTINA IKAN, PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SURABAYA II
disusun oleh JIHAN MAYANG SARI
Subyek: | KLORAMFENIKOL UDANG VANNAMEI BALAI KARANTINA IKAN |
Kata Kunci: | KLORAMFENIKOL UDANG VANNAMEI BALAI KARANTINA IKAN |
[ Anotasi Abstrak ]
Udang merupakan salah satu komoditi perikanan yang banyak diminati oleh masyarakat dan bernilai ekonomis tinggi. Berdasarkan data Kementrian Kelautan dan Perikanan (2016), produksi budidaya udang di Indonesia mencapai 629.729 ton, pada tahun 2017 produksi udang meningkat menjadi 885.831 ton dan tahun 2018 produksi udang semakin meningkat menjadi 886.520 ton. Produksi yang tertinggi pada budidaya udang diperoleh dari budidaya udang vannamei. Peningkatan hasil produksi udang vannamei ini mendorong adanya kegiatan ekspor hasil budidaya udang vannamei. Ashari et al. (2016) menyatakan bahwa negara tujuan ekspor udang Indonesia tertinggi adalah Malaysia sebesar US$2.826,55 ribu. Ekspor udang Indonesia ke Malaysia mencapai 33,84% disusul oleh Singapura sebesar 15%. Peningkatan ekspor udang ini membuat pembudidaya bersaing untuk melakukan kegiatan ekspor dan pembudidaya menerapkan sistem budidaya intensif. Kegiatan ekspor yang akan dilakukan perlu adanya SOP yang dipenuhi dan ditaati antara lain pengujian mutu dan keamanan pangan dari produk yang akan diekspor (Dirjen PDSPKP KKP, 2015). Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 19 tahun 2010 tentang Pengendalian Jaminan Mutu Dan Keamanan Hasil Perikanan menyatakan bahwa diperlukan upaya pencegahan yang perlu diperhatikan serta dilakukan sejak pra produksi sampai pendistribusian untuk menghasilkan perikanan yang bermutu dan aman bagi kesehatan. Pengendalian mutu khususnya pengujian kloramfenikol batasan maksimum residu telah diatur oleh beberapa negara ekspor seperti Uni Eropa (EU) menetapkan batas maksimum residu kloramfenikol pada udang sebesar 0,3 ppb (European Commision, 2003). Penolakan ekspor udang vannamei Indonesia yang masuk ke Jepang terjadi penolakan pada tahun 2012, hal ini disebabkan udang vannamei yang akan diekspor mengandung antibiotik kloramfenikol. Pemerintah Jepang sangat ketat dan selektif dalam menerima produk impor ikan. Pemberian antibiotik pada budidaya udang di Indonesia dicampur dengan pakan udang, hal tersebut dilakukan supaya udang tidak rentan terhadap penyakit sehingga tingkat kematiannya kecil (Sugiyanto, 2017). Penggunaan antibiotik pada budidaya perikanan digunakan sebagai terapi untuk ikan yang terinfeksi penyakit akibat terpapar bakteri tertentu. Alghifari et al. (2017) berpendapat bahwa beberapa antibiotik yang dapat digunakan antara lain kloramfenikol, oksitetrasiklin, penisilin, doksisiklin, eritromisin, streptomisin, enrofloksasin, dan norfloksasin. Penggunaan antibiotik bagi ikan hanya direkomendasikan untuk pengobatan induk ikan saja, dan tidak dianjurkan bagi ikan-ikan untuk konsumsi serta perlu penanganan dengan pemberian dosis yang tepat (Wibowo et al., 2010). Penggunaan antibiotik yang sering digunakan dalam budidaya yaitu kloramfenikol (Wibowo et al., 2010). Kloramfenikol adalah salah satu dari sembilan jenis bahan tambahan makanan yang dilarang di Indonesia (Permenkes No. 722/Menkes/Per/IX/88). Penggunaan kloramfenikol pada kegiatanbudidaya karena harganya yang relatif murah, ketersediaannya banyak, dianggap memiliki kinerja yang baik dalam menghambat perkembangan penyakit yang menyerang udang serta mampu meningkatkan daya tahan dan menambah berat dari ikan tersebut. Dampak yang disebabkan oleh kloramfenikol dapat berupa gangguan lambung, usus, neuropati optis dan perifer. Kerugian lain akibat residu kloramfenikol ini adalah udang yang mengandung kloramfenikol tidak dapat diekspor karena beberapa negara telah menetapkan zero tolerance terhadap udang yang mengandung kloramfenikol (Alghifari et al., 2017). Kasus yang terjadi pada tahun 2006 dan 2007 berkaitan dengan kegiatan ekspor udang ke Jepang dan China yang ditolak karena dicurigai mengandung residu kloramfenikol (Putro, 2008). Kasus tersebut menyebabkan ekspor udang ke luar negeri mengalami penurunan. Batas Maksimum Residu (BMR) yang ditetapkan oleh SNI sesuai dengan SNI 01-6366-2000 kandungan kloramfenikol sebesar 0,01 ppm. Beberapa Negara seperti Uni Eropa (EU) menetapkan batas maksimum residu kloramfenikol pada udang sebesar 0,3 ppb (European Commision, 2003). Batas Maksimum Residu (BMR) yang ditetapkan oleh SNI jauh lebih tinggidibandingkan denganBMR yang ditetapkan negara lain, seperti Rusia (0,5 unit/g), Uni Eropa (EU) (0,3 μg/kkg) dan China (0,5 μg/kg) (Wibowo et al., 2010). Perbedaan penggunaan metode dalam pengujian kandungan residu kloramfenikol dapat menghasilkan nilai kandungan residu kloramfenikol yang berbeda. Pengujian residu kloramfenikol dapat dilakukan dengan beberapa metode antara lain metode ELISA (Enzym Link Immunosorbent Assay) dan metode HPLC (High Performance Liquid Chromatography). Setiap metode pengujian kloramfenikol memiliki kelemahan. Kelemahan penggunaan metode HPLC adalah membutuhkan waktu yang lama, terutama pada saat proses pengaliran larutan ABCD pada alat HPLC. Selain itu, hasil pengujian yang diperoleh juga kurang akurat, pengoperasian alat cukup menyulitkan, dan harus membutuhkan teknisi khusus. Adapun kelebihan dari metode HPLC adalah hasil pengujian dapat cepat diketahui secara langsung, alat HPLC memiliki tingkat resolusi yang tinggi, pemisahan kolom sampel dapat dilakukan secara cepat dan digunakan kembali (Damayantiet et al., 2003). Kelemahan dari metode ELISA yaitu tidak dapat mendeteksi larutan apabila warna yang dihasilkan oleh sampel tidak berwarna atau bening. Kelebihan antara lain memiliki kepekaan deteksi tinggi, prosedurnya relatif sederhana dan cepat serta dapat digunakan untuk menguji sampel dalam jumlah besar sekaligus (Suryadi et al.,2009). Metode ELISA ini lebih efektif untuk pengujian kloramfenikol. Balai Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Surabaya II merupakan salah satu unit pelaksana teknis (UPT) dari pusat karantina ikan yang memiliki tugas pokok yaitu melaksanakan pencegahan masuk dan tersebarnya Hama dan Penyakit Ikan Karantina (HPIK) ke/di/keluar wilayah Negara Republik Indonesia, pengendalian mutu dan keamanan hasil perikanan serta penerapan sistem manajemen mutu. Pengujian mengenai mutu ikan di BKIPM Surabaya II terdapat pengujian kimia, bakteri dan virus. Salah satu pengujian kimia yang menggunakan metode ELISA ialah pengujian kandungan kloramfenikol. Berdasarkan hal tersebut, Balai Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Surabaya II layak dan tepat untuk melakukan praktik kerja lapang untuk mengetahui dan memahami metode pengujian kloramfenikol pada udang vannamei beku.
Kontributor | : Abdus Salam Junaedi, S.Si., M.Si |
Tanggal tercipta | : 2021-05-24 |
Jenis(Tipe) | : Text |
Bahasa | : Indonesia |
Pengenal(Identifier) | : TRUNOJOYO-KP-180351100075 |
No Koleksi | : 180351100075 |



Tidak ada !

- STUDI PERTUMBUHAN UDANG VANNAMEI (Litopenaeus vannamei)PADA SUBSTRAT DASAR YANG BERBEDA
- EFISIENSI TEKNIS PRODUKSI UDANG VANAME PADA POLA RUMAH TANGGA VANAME (RtVe) DI KECAMATAN KWANYAR KABUPATEN BANGKALAN
- Analisis Tata Kelola Rantai Nilai Saluran Distribusi Petani Tambak Udang Vannamei Di Desa Mrandung, Kecamatan Klampis Bangkalan
- FLUKTUASI KUALITAS AIR TAMBAK UDANG VANNAMEI (Litopenaeus vannamei) DI BALAI PERIKANAN BUDIDAYA AIR PAYAU ( BPBAP ) SITUBONDO
- PENGARUH PEMBERIAN PUPUK ORGANIK CAIR TERHADAP LAJU PERTUMBUHAN UDANG VANNAMEI (Litopenaeus vanamei)DI UNIT KERJA BUDIDAYA AIR LAUT SUNDAKGUNUNGKIDUL
