Litopenaeus vannamei menjadi salah satu komditas spesies penting dalam akuakultur global, tercatat produksinya secara global pada tahun 2018 mencapai 4,96 juta ton dengan nilai sekitar 20 miliar USD. Pengelolaan sistem budidaya yang kurang baik menyebabkan munculnya berbagai penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui karakteristik morfologis, tanda genetik dan parameter kualitas air yang diduga menjadi penyebab munculnya penyakit AHPND pada budidaya L. vannamei. Metode untuk identifikasi dan deteksi dilakukan dengan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) yakni metode nested PCR dengan primer AP4 dan dengan mengamati gejala morfologis akibat infeksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mendeteksi keberadaan penyakit AHPND di Kabupaten Bangkalan, Provinsi Jawa Timur yang sebelumnya tidak pernah dilakukan. Hasil dari pengamatan secara morfologis menunjukkan sampel 1, 2 dan 3 memiliki gejala klinis infeksi berupa laju pertumbuhan yang lambat, sedangkan pada sampel 9 memiliki gejala klinis yang berbeda berupa kotoran yang berwarna putih. Hasil identifikasi dengan nested PCR sampel 1, 2 dan 3 diduga positif AHPND dengan ukuran amplikon DNA yang muncul sebesar 230 bp, sampel tersebut berasal dari Kecamatan Socah. Penyakit AHPND yang muncul disebabkan karena parameter kualitas perairan yang tidak sesuai dengan standar baku mutu untuk pemeliharaan berdasarkan Permen KP No. 75 Tahun 2016. Parameter kualitas perairan tersebut diantaranya adalah suhu dan pH pada sampel positif AHPND. Nilai suhu pada sampel 1, 2 dan 3 secara berurutan adalah 32,8 °C, 35,1 °C dan 35,8 °C.


Deskripsi Lain

Litopenaeus vannamei has become one of the important commodities in global aquaculture, its global production in 2018 reached 4.96 million tons with a value of around 20 billion USD. Poor management of cultivation systems causes the emergence of various diseases caused by microorganisms. The purpose of this study was to determine the morphological characteristics, genetic marters and water quality parameters suspected to be the cause of AHPND disease in L. vannamei. The method for identification and detection is carried out using the polymerase chain reaction (PCR) technique, namely the AP4 nested PCR method with AP4 primers and by observing the morphological symptoms due to infection. This study aims to identify and detect the presence of AHPND disease in Bangkalan Regency, East Java Province which has never been done before. The result of morphological observations showed the sample 1, 2 and 3 had clinical symptoms of infection in the form of a slow grawth rate, while in sample 9 had different clinical symptoms in the form of white feces. The result indetificationwith nested PCR sample 1, 2 and 3 were suspected to be positive for AHPND wit the size of the DNA amplocon that appeared to be 230 bp, the sample came from Spcah District. AHPND disease thet appears is caused by water quality parameters that are not in accordance with quality standards for maintenance based on PERMEN KP No. 75 of 2016. The pen quality parameters include temprature and pH in AHPND positive sample. The temperature values in sample 1, 2 and 3 respectively were 32,8 °C, 35,1 °C and 35,8 °C.