ABSTRAKrnDalam salah satu butir konsideran Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPTPK) atau disingkat KPK, antara lain di sebutkan bahwa di bentuknya suatu komisi tersebut dikarenakan realitas korupsi di Indonesia di nilai semakin memprihatinkan serta dianggap sudah menimbulkan kerugian-kerugian yang sangat besar pada keuangan maupun stabilitas perekonomian negara. Sehingga hal ini dapat memperlambat dalam rangka pembangunan nasional yakni, terwujudnya kesejahteraan masyarakat, kemakmuran dan keadilan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif dan menggunakan pendekatan perundang-undangan.rnHasil penelitian ini menunjukkan bahwa, munculnya TWK KPK merupakan amandemen atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 yang menetapkan KPK sebagai bagian dari kekuasaan eksekutif, untuk memperoleh status ASN pegawai wajib menempuh TWK sebagai bentuk ujian bagi calon ASN untuk menambah wawasan dan pengetahuan, yang meliputi Pancasila, UUD dan wawasan kebangsaan lainnya, kemudian mengabaikan dan tidak menaati Putusan Mahkamah Konstitusi No. 70/PUU-XVII/2019 dan arahan Presiden Republik Indonesia, KPK dan instansi lain secara sadar dan sengaja melaksanakan, evaluasi kebijakan pelaksanaan penilaian TWK dalam hal perpindahan status pegawai KPK tidak sejalan dengan tujuan pembentukan peraturan perundang-undangan karena tidak adanya kepastian hukum, ketidakadilan, dan tidak ada manfaat bagi pegawai KPK, terutama yang tidak memenuhi persyaratanrnKata Kunci : Aparatur Sipil Negara, Hak Asasi Manusia, Komisi Pemberantasan Korupsi, Tes Wawasan Kebangsaan, Unsur SARA


Deskripsi Lain

ABSTRACTrnIn one of the items of consideration of Law Number 19 of 2019 concerning the Corruption Eradication Commission (KPTPK) abbreviated KPK, among others, it is stated that in the form of a commission is due to the reality of corruption in Indonesia in the value of increasingly concerning and is considered to have caused very large losses to the country's finances and economic stability. So that this can slow down in the context of national development, namely, the realization of community welfare, prosperity and justice. This research uses normative research methods and uses a statutory approach. The results of this study show that, the emergence of the KPK TWK is an amendment to Law Number 30 of 2002 which stipulates the KPK part of executive power, to obtain asn status employees are required to take TWK a form of examination for ASN candidates to add insight and knowledge, which includes Pancasila, the Constitution and other national insights, then ignore and disobey the Constitutional Court Decision No. 70 PUU-XVII 2019 and the direction of the President of the Republic of Indonesia, the KPK and other agencies consciously and deliberately implement, the evaluation of the policy of implementing the TWK assessment in terms of transferring the status of KPK employees is not in line with the purpose of establishing laws and regulations due to the absence of legal certainty, injustice, and no benefits for KPK employees, especially those who do not meet the requirementsrnKeywords: State Civil Apparatus, Human Rights, Corruption Eradication Commission, National Insight Test, SARA Elements.

• KAJIAN YURIDIS TERHADAP IMPLIKASI TES WAWASAN KEBANGSAAN MENGANDUNG UNSUR SARA PADA ALIH STATUS PEGAWAI KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI